Minggu, 13 Mei 2012
Sabtu, 12 Mei 2012
Detik detik MENYAMBUT KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW
Published on February 1, 2011
in Bulan Mawlid / Rabiul Awal and Artikel Islam.

Telah disebutkan bahwa sesungguhnya pada bulan ke sembilan kehamilan Sayyidah Aminah (Rabiul Awwal) saat hari-hari kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw sudah semakin mendekati, Allah swt semakin melimpahkan bermacam anugerahNya kepada keada Sayyidah Aminah mulai tanggal 1 hingga malam tanggal 12 Rabiul Awwal malam kelahiran Al-Musthofa Muhammad saw.
Pada Malam Pertama (ke 1) :
Allah swt melimpahkan segala kedamaian dan ketentraman yang luar biasa sehingga beliau (ibunda Nabi Muhammad saw), Sayyidah Aminah merasakan ketenangan dan kesejukan jiwa yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Pada malam ke 2 :
Datang seruan berita gembira kepada ibunda Nabi Muhammad saw yang menyatakan dirinya akan mendapati anugerah yang luar biasa dari Allah swt.
Pada malam ke 3 :
Datang seruan memanggil “Wahai Aminah… sudah dekat saat engkau melahirkan Nabi yang agung dan mulia, Muhammad Rasulullah saw yang senantiasa memuji dan bersyukur kepada Allah swt.”
Pada malam ke 4 :
Sayyidah Aminah mendengar seruan beraneka ragam tasbih para malaikat secara nyata dan jelas.
Pada malam ke 5 :
Sayyidah Aminah bermimpi dengan Nabi Allah Ibrahim as.
Pada malam ke 6 :
Sayyidah Aminah melihat cahaya Nabi Muhammad saw memenuhi alam semesta.
Pada malam ke 7 :
Sayyidah Aminah melihat para malaikat silih berganti saling berdatangan mengunjungi kediamannya membawa kabar gembira sehingga kebahagiaan dan kedamaian semakin memuncak.
Pada malam ke 8 :
Sayyidah Aminah mendengar seruan memanggil dimana-mana, suara tersebut terdengar dengan jelas mengumandangkan “Bahagialah wahai seluruh penghuni alam semesta, telah dekat kelahiran Nabi agung, Kekasih Allah swt Pencipta Alam Semesta.”
Pada malam ke 9 :
Allah swt semakin mencurahkan rahmat belas kasih sayang kepada Sayyidah Aminah sehingga tidak ada sedikitpun rasa sedih, susah, sakit, dalam jiwa Sayyidah Aminah.
Pada malam ke 10 :
Sayyidah Aminah melihat tanah Tho’if dan Mina ikut bergembira menyambut kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw.
Pada malam ke 11 :
Sayyidah Aminah melihat seluruh penghuni langit dan bumi ikut bersuka cita menyongsong kelahiran Sayyidina Muhammad saw.
Malam detik-detik kelahiran Rasulullah, tepat tanggal 12 Rabiul Awwal jam 2 pagi. Di malam ke 12 ini langit dalam keadaan cerah tanpa ada mendung sedikitpun. Saat itu Sayyid Abdul Mutholib (kakek Nabi Muhammad saw) sedang bermunajat kepada Allah swt di sekitar Ka’bah. Sayyid Aminah sendiri di rumah tanpa ada seorangpun yang menemaninya.
Tiba-tiba beliau, Sayyidah Aminah melihat tiang rumahnya terbelah dan perlahan-lahan muncul 4 wanita yang sangat anggun, cantik, dan jelita diliputi dengan cahaya yang memancar berkemilau serta semerbak harum memenuhi seluruh ruangan.
Wanita pertama datang berkata,”Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah, sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi yang agung, junjungan semesta alam. Beliaulah Nabi Muhammad saw. Kenalilah aku, bahwa aku adalah istri Nabi Allah Adam as, ibunda seluruh uamt manusia., aku diperintahakan Allah untuk menemanimu.”
Kemudian datanglah wanita kedua yang menyampaiakan kabar gembira, “Aku adalah istri Nabi Allah Ibrahim as diperintahkan Allah swt untuk menemanimu.”
Begitu pula menghampiri wanita yang ketiga,”Aku adalah Asiyah binti Muzahim, diperintahkan Allah untuk menemanimu.”
Datanglah wanita ke empat,”Aku adalah Maryam, ibunda Isa as menyambut kehadiran putramu Muhammad Rasulullah.”
Sehingga semakin memuncak rasa kedamaian dan kebahagiaan ibunda Nabi Muhammad saw yang tidak bisa terlukiskan dengan kata-kata. Keajaiban berikutnya Sayyidah Aminah melihat sekelompok demi sekelompok manusia bercahaya berdatangan silih berganti memasuki ruangan Sayyidah Aminah dan mereka memanjatkan puji-pujian kepada Allah swt dengan berbagai macam bahasa yang berbeda.
Detik berikutnya Sayyidah Aminah melihat atap rumahnya terbuka dan terlihat oleh beliau bermacam-macam bintang di angkasa yang sangat indah berkilau saling beterbangan.
Detik berikutnya Allah bangun dari singasanaNya dan memerintahkan kepada Malaikat Ridwan agar mengomandokan seluruh bidadari syurga agar berdandan cantik dan rapih, memakai segala macam bentuk perhiasan kain sutra dengan bermahkota emas, intan permata yang bergemerlapan, dan menebarkan wangi-wangian syurga yang harum semerbak ke segala arah. lalu trilyunan bidadari itu dibawa ke alam dunia oleh Malaikat Ridwan, terlihat wajah bidadari itu gembira.
Lalu Allah swt memanggil : “Yaa Jibril… serukanlah kepada seluruh arwah para nabi, para rasul, para wali agar berkumpul, berbaris rapih, bahwa sesungguhnya Kekasihku cahaya di atas cahaya, agar disambut dengan baik dan suruhlah mereka mnyambut kedatangan Nabi Muhammad saw.
Yaa Jibril… perintahkanlah kepada Malaikat Malik agar menutup pintu-pintu neraka dan perintahakan kepada Malaikat Ridwan untuk membuka pintu-pintu syurga dan bersoleklah engkau denagn sebaik-baiknya keindahan demi menyambut kekasihKu Nabi Muhammad saw.
Yaa Jibril… bawalah trilyunan malaikat yang ada di langit, turunlah ke bumi, ketahuilah KekasihKu Muhammad saw telah siap untuk dilahirkan dan sekarang tiba saatnya Nabi Akhiruzzaman.”
Dan turunlah semua malaikat, maka penuhlah isi bumi ini dengan trilyunan malaikat. Lalu ibunda Rasulullah saw di bumi, beliau melihat malaikat itupun berdatangan membawa kayu-kayu gahru yang wangi dan memenuhi seluruh jagat raya. Pada saat itu pula mereka semua berdzikir, bertasbih, bertahmid, dan pada saat itu pula datanglah burung putih berkilau cahaya mendekati Sayyidah Aminah dan mengusapkan sayapnya pada Sayyidah Aminah, maka pada saat itu pula lahirlah Muhammad Rasulullah saw dan tidaklah Sayyidah Aminah melihat kecuali cahaya, tak lama kemudian terlihatlah jari-jari Nabi Muhammad saw bersujud kepada Allah seraya mengucapkan, “Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Walhamdulillahi katsiro, wasubhanallahibukrotan wa asiilaa.”
Semakin memuncaklah kegembiraan seluruh alam dunia dan semesta dan terucaplah “Yaa Nabi Salam Alaika… Yaa Rasul Salam Alaika… Yaa Habib Salam Alaika… Sholawatullah Alaika.. ”
Matanya bagaikan telah dipakaikan sifat mata, senyum indah terpancar dari wajahnya dan hancurlah berhala-berhala dan bergembiralah semua alam semesta menyambut kelahiran Nabi yang mulia…
Sabtu, 28 April 2012
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad, lahir hari Rabu,
Malam Kamis tanggal 5 Bulan Syafar 1044 H di Desa Sabir di Kota Tarim,
wilayah Hadhromaut, Negeri Yaman.Nasab
Beliau adalah seorang Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwy bin Ahmad bin Abu Bakar Al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwy bin Muhammad Shôhib Mirbath bin Ali Khôli’ Qosam bin Alwi bin Muhammad Shôhib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhâjir Ilallôh Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqîb bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Jakfar Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As-Sibth Al-Husein bin Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib suami Az-Zahro Fathimah Al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
Orang-tuanya
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang saleh. Lahir dan tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatannya. Kakek Al-Haddad dari sisi ibunya ialah Syaikh Umar bin Ahmad Al-Manfar Ba Alawy yang termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna.
Suatu hari Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad mendatangi rumah Al-Arif Billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsy mendoakannya, lalu Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad Al-Habsy, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al-Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Yang mana Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad. Ketika Syaikh Al-Hadad lahir ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang ducapkan Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al-wilayah (kewalian)”.
Masa Kecil
Dari semenjak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah. Allah menjaga pandangan beliau dari segala apa yang diharomkan. Penglihatan lahiriah Beliau diambil oleh Allah dan diganti oleh penglihatan batin yang jauh yang lebih kuat dan berharga. Yang mana hal itu merupakan salah satu pendorong beliau lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah menuntut ilmu agama.
Pada umur 4 tahun beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkannya buta. Cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya, beliau habiskan waktunya dengan menghapal Al-Quran, mujahaddah al-nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu) dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Dakwahnya
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang beliau miliki pada saat usia yang sangat dini, beliau dinobatkan oleh Allah dan guru-guru beliau sebagai da’i, yang menjadikan nama beliau harum di seluruh penjuru wilayah Hadhromaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadhromaut tetapi juga datang dari luar Hadhromaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarukan (mencari berkah), memohon doa dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Di antara murid-murid senior Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah putranya, Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwy Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin Zein bin Alwy bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, Al-Habib Ahmad bin Abdullah Ba-Faqih, Al-Habib Abdurrohman bin Abdullah Bilfaqih, dll.
Selain mengkader pakar-pakar ilmu agama, mencetak generasi unggulan yang diharapkan mampu melanjutkan perjuangan kakek beliau, Rosullullah SAW, beliau juga aktif merangkum dan menyusun buku-buku nasihat dan wejangan baik dalam bentuk kitab, koresponden (surat-menyurat) atau dalam bentuk syair sehingga banyak buku-buku beliau yang terbit dan dicetak, dipelajari dan diajarkan, dibaca dan dialihbahasakan, sehingga ilmu beliau benar-benar ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa beliau juga menyusun wirid-wirid yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat untuk agama, dunia dan akhirat, salah satunya yang agung dan terkenal adalah Rotib ini. Rotib ini disusun oleh beliau dimalam Lailatul Qodar tahun 1071 H.
Akhlaq dan Budi Pekerti
Al-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.
Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya. Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.
Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya; Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang yang sanggup meninggalkan majlisnya.
Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing. Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku dari mengingati Allah”.
Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”
Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain; bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa. Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata mencari barakah Al-Imam.
Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.
Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib “Adapun segala kesalahan berkait dengan hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan dimaafkan”.
Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan pembantunya berkata: “alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.
Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar di Madudah dan banyak lagi.
Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk saudaramu ini yang lemah semoga diampuni Allah”
Wafatnya
Beliau wafat hari Senin, malam Selasa, tanggal 7 Dhul-Qo’dah 1132 H, dalam usia 98 tahun. Beliau disemayamkan di pemakaman Zambal, di Kota Tarim, Hadhromaut, Yaman. Semoga Allah melimpahkan rohmat-Nya kepada beliau juga kita yang ditinggalkannya.
Habib Abdullah Al Haddad dimata Para Ulama
Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”.
Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba Alawy”.
Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”
Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra. mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah sejak masa kecilnya”.
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim).
Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra. berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.
Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra. mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”
Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya.”
Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini. ”
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor, Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi penghuninya.”
Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra. mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”
Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra. mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad ra.”
Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”
Karya-karyanya
Beliau meninggalkan kepada umat Islam khazanah ilmu yang banyak, yang tidak ternilai, melalui kitab-kitab dan syair-syair karangan beliau. Antaranya ialah:
1. An-Nashaa’ih Ad-Dinniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah.
2. Ad-Dakwah At Tammah.
3. Risalah Al-Mudzakarah Ma’al-Ikhwan Wal-Muhibbin.
4. Al Fushuul Al-Ilmiyah.
5. Al-Hikam.
6. Risalah Adab Sulukil-Murid.
7. Sabilul Iddikar.
8. Risalah Al-Mu’awanah.
9. Ittihafus-Sa’il Bi-Ajwibatil-Masa’il.
10. Ad-Durrul Manzhum Al-Jami’i Lil-Hikam Wal-Ulum.*
PENINGGALAN NABI MUHAMMAD SAW
Bila kita berjauh jarak dengan sang terkasih Muhammad Rasulullah yang berbentang waktu 1.400 tahun… bila kita belum pernah melihat wajah sucinya, sementara kita menyebut namanya setiap hari, kita menghantarkan salam kepadanya setiap hari melalui shalat, shalawat-shalawat dan do’a-do’a yang kita lantunkan, kita memohon syafa’atnya untuk keselamatan kita di akhirat dari pedihnya adzab neraka, tidakkah foto-foto berikut ini mengobati kerinduan kita yang sangat dalam kepada Sang Tercinta Nabi Agung, Kekasih Allah dan sang pribadi mulia panutan alam?? Titik air mataku begitu melihat langsung baju beliau yang bersahaja dan sudah robek, sandal beliau, keranda beliau yang tak terhalang apapun. Allahu Akbar … serasa dekaaat denganmu ya Rasulullah … Andai aku bisa melihat wajahmu, rontok segala persendianku, tak tahan dengan kenikmatan memandang kemuliaan wajahmu… Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad ….

The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW (Baju gamis Nabi SAW yang lusuh dan robek-robek. Yaa Allah … betapa sederhananya baju sang pemimpin dunia yang suci nan agung ..!!)

The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW (Bagian dari baju gamis Nabi SAW yang sudah sobek)

Jubah Nabi Muhammad, Rasulullah SAW

The Blessed Seal of Rasulullah SAW (Cap surat Nabi SAW)

Mangkuk tempat minum Rasulullah SAW

Kunci Ka’bah Masa Nabi Muhammad SAW


Jejak Kaki Rasulullah SAW


Beberapa helai rambut Rasulullah SAW

Sandal-sandal (terumpah) peninggalan Rasulullah SAW tercinta

Surat Rasulullah SAW pada Raja Heraclius

Surat Nabi SAW kepada rakyat Oman, Arab Selatan

Kotak milik putri tercinta Nabi SAW, Sayyidah Fatimah Az-Zahra R.A.

PINTU EMAS MAKAM NABI MUHAMMAD SAW

The blessed dust from the tomb of the Prophet Muhammad PUBH (Butiran pasir yang diambil dari makam Nabi Muhammad SAW)

Keranda dan makam Nabi panutan alam, Nabi Muhammad SAW
(Foto-foto ini kebanyakan adalah koleksi yang tersimpan dari berbagai tempat di beberapa negara: Museum Topkapy di Istambul Turki, Yordania, Irak dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Selamat merasakan kelezatan menatap peninggalan-peninggalan ini. Semoga kerinduan kita semakin memuncak kepada sang Nabi Agung, sang kekasih Allah …)
Allahumma shalli ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam …
Selasa, 24 April 2012
Biografi
syeikh abdul qodir jaelani


Syeikh
Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn
Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077
M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani
atau juga Al Jiliydan.
(Biografi
beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor
134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia).
Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul
Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.
Dalam
usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad
pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu
dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.
Masa
muda
Beliau
meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di
Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al
Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga
mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para
ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di
daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya
kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan
sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang
yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat
beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah
beliau, sehingga sekolah itu tidak muat menampungnya.
Murid-murid
Murid-murid
beliau banyak yang menjadi ulama’ terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang
menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah
penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Perkataan
ulama tentang beliau : Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya
tentang Syeikh Abdul Qadir, beliau menjawab, ” kami sempat berjumpa dengan
beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya.
Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang
bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam
dalam shalat fardhu.”
Syeikh
Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari.
Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin NubalaXX/442). Beliau adalah
seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal
banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang membuat-buat
kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan,
ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para
sahabatnya, dan lainnya. Diantaranya dapat diketahui dari perkataan Imam Ibnu
Rajab, ”
Syeikh
Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan
oleh banyak para syeikh, baik ‘ulama dan para ahli zuhud. Beliau banyak
memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul
Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir
Al Lakh-mi Asy Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H.
Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani)
mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar
(kebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia
dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk
berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya.
Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini.
Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal.
Juga terdapat perkara-perkara yang jauh ( dari agama dan akal ),
kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas.
(Seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan
sebagainya.) semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir Al
Jailani rahimahullah. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far Al Adfwi
(Nama lengkapnya ialah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin
Naufal Al Adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan pada
pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau
dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452.)
telah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufi sendiri tertuduh berdusta atas
kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”(Dinukil dari kitab At
Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin
Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8
April 1995 M.). Imam Ibnu Rajab juga berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat
Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau
memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau
juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara
yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam
masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Beliau
membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.”
Syeikh
Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, ” Dia (Allah ) di
arah atas, berada diatas ‘arsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya
meliputi segala sesuatu.” Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan
hadist-hadist, lalu berkata ” Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ ( Allah
berada diatas ‘arsyNya ) tanpa takwil ( menyimpangkan kepada makna lain ). Dan
hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah diatas arsy.” (At Tashawwuf Fii Mizanil
Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515). Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul
Qadir Al Jailani, ” Wahai tuanku, apakah Allah memiliki wali (kekasih ) yang
tidak berada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?” Maka beliau menjawab, ”
Tidak pernah ada dan tidak akan ada.”( At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat
Tahqiq, hal. 516).
Perkataan
Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan oleh Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itu menunjukkan kelurusan
aqidahnya dan penghormatan beliau terhadap manhaj Salaf.
Sam’ani
berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab
Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz
Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin
Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk
Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Imam
Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul
Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui
hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir
memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap
sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan
orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama
beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun
para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah
hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara
riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
Syeikh
Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ”
Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ) didalam
kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku
mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga
membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah,Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah,
dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat
Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit
Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Inilah
tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang
yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau
berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.
Kesimpulannya
beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin
menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran.
Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di
atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan
yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang
paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan
disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang
menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam
do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh
Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan
orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini
diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah
sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang
tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada
selain Allah. “Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah )
Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )”
Jadi
sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama
dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan
syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada
kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.
Pada
tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada
masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani
menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan
akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu
dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai
wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya
Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214
M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603
H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad
pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh
Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu
tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah. Awal Kemasyhuran Al-Jaba’I
berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan
bangunku sudah diatur. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat
untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak
berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu
ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka
mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun
berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan
lagi, aku dipindahkan ke tengah kota
dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan
memakai lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar
kota dan
ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap datang kepadaku, dengan
mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat disekelilingku. Saat
itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu anhum.
Kemudian
Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasululloh SAW sebelum dzuhur,
beliau berkata kepadaku, ’anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?’.
’Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih
dari Baghdad?’.
Beliau berkata, ’buka mulutmu’, lalu beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku
kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan
peringatan yang baik”. Setelah itu aku shalat dzuhur dan duduk dan mendapati
jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian
aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, ’buka mulutmu’. Beliau lalau meniup 6
kali kedalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak
meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasululloh SAW, beliau menjawab bahwa
beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLloh SAW. Kemudian
akku berkata, ’Pikiran, sang penyelam, mencari mutiara ma’rifah dengan
menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang
calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah
untuk diangkat’”. Beliau kemudian menyitir :
Idan
untuk wanita seperti Laila seorang pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan
maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis
Dalam
beberapa manuskrip saya mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata,
”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke
Baghdad dan
ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad
dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena
itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut
,’mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’.
‘Apa
hubungan mereka dengan keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.
‘Kembali
(ke Baghdad)
dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.
Akupun
menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun
yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam
keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah. Suatu ketika
saat aku berceramah , aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi
aku. ‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku. ‘Rasululloh SAW akan datang menemuimu untuk
memberikan selamat’ jawab sebuah suara. Sinar tersebut makin membesar dan aku
mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku
melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku,
’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLloh SAW ,
aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7
kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa engkau
tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’ tanyaku kepadanya.
‘sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘ jawab beliau.
RasuluLlah
SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku.
‘ini’ jawab Rasulullah, ’adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada
orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian’. Setelah itu ,
akupun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat
Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali
sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya
kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku
’Engkau tidak akan sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau
tidak akan sabar kepadaku’. Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel
sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan
engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini
Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.” Al-Khattab
pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang
berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel,
dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya.
Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir
as lewat, maka akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan
ia berhenti”.
Guru
dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak
dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut
ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :
Dua
karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup aib) dan
Ghaffar (Maha pemaaf).
Dua
karakter dari RasuluLlah SAW yaitu penyayang dan lembut
Dua
karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
Dua
karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar
Dua
karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain
sedang tidur.
Dua
karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih
berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada
beliau dikatakan :
Bila lima perkara tidak
terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada
kesesatan. Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu
hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si
miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah
Syaikh
Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar
Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak
hapal Al-Qur’an, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas
untuk diikuti.
Menurut
saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik
seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau
alasan lainnya. selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan
kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan
Riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua
penuh dengan kasih dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena
itu dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak
membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang
muuriid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh
memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari
hadits RasuluLlah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Kemudian
dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya.
Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan
manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan
paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus
berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali
ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang
berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan
terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah”
“Allah”. ‘Bagaimana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan
apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan
mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah
berkata, “Laa ilaaha illallah”
sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di
ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin
kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita
dengan kalimat tersebut”.
Syaikh
Abdul Qadir berkata, ”Kalimat
tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan
zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil
maut”.
Karena
itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan
(kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Detik detik wafat nya
Nabi Muhammad saw

Ini adalah kisah detik detik wafat nya manusia
idola penghulu alam penyejuk jiwa yaitu sayiduna wa syafi una Muhammad saw
Ringkasan ini saya buat untuk mengingat kan kita bagai mana
cintanya nabi Muhammad kepada
umatnya
Dari Ibnu Mas’ud r. a., bahwasanya dia berkata: “Ketika ajal Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam sudah dekat, baginda mengumpulkan kami dirumah Siti Aisyah r. a. Kemudian baginda memandang kami sambil berlinang air matanya, lalu bersabda: Marhaban bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu, agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk kamu. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. “
Kemudian kami bertanya: “Bilakah ajal baginda ya Rasulullah?”
Baginda menjawab: “Ajalku telah hampir, dan akan pindah ke hadrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila. “
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Salah seorang ahli bait. “
Kami bertanya: “Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?”
Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah. “
Kami bertanya: “Siapakah yang menyolatkan baginda di antara kami?”
Kami menangis dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letakanlah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku. Kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama menyolatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tentaranya.
Kemudian masuklah anda dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang pertama solat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu semua. “
SEMAKIN PARAH SAKIT BELIAU:
Semenjak hari itu, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bertambah parah sakit yang ditanggungnya selama 18 hari. Setiap hari, banyak yang mengunjungi baginda, sampailah datangnya hari Senin, disaat baginda menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam:
“Assalamualaikum ya Rasulullah?”
Kemudian dia berkata lagi: “Assolah yarhamukallah. “
Fatimah menjawab: “Rasulullah dalam keadaan sakit. “
Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam solat. “Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: “Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku?”
Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam solat tersebut.
Ketika Abu Bakar r. a. melihat ke tempat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, dia tidak dapat menahan perasaannya lagi, lalu dia menjerit dan akhirnya dia pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah S.A.W.
Baginda bertanya: “Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu?”
Siti Fatimah menjawab: “Orang-orang menjadi bising dan bingung karena Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tidak bersama mereka. “
Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam memanggil Ali bin Abi Talib dan Abbas r. a. Sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid.
Baginda solat dua rakaat. Setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda:
“Ya ma aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua, setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SUBHANA WA TA,ALA karena aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini. “
MALAIKAT MAUT DATANG BERTAMU:
Pada hari esoknya yaitu pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya dia turun menemui Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk.
Tetapi jika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah Subhana Wa Ta,ala. Dia menyamar sebagai orang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!”
Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit. “
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?”
Akhirnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di muka pintu itu?”
Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma. “
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?”
Fatimah menjawab: “Tidak wahai baginda. “
Lalu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur.
Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat Maut. “
Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika ya Rasulullah. “
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pun menjawab: “Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang. “
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril?”
Jawab Malaikat Maut: “Saya tinggal dia di langit dunia. “
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril a. s. datang lalu duduk di samping Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat?”
Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah. “
KETIKA SAKARATUL MAUT:
Seterusnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya?”
Jibril pun menjawab: “Bahwasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu. “
Baginda Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku?”
Jibril menjawab lagi: “Bahwasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu. “
Baginda S.A.W bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?”
Jibril menjawab: “Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti. “
Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku. “
Jibril a. s. bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?”
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjawab: “Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa kabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu. “
Maka berkatalah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku. “
Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
Ali r. a. bertanya: “Wahai Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, siapakah yang akan memandikan baginda dan siapakah yang akan mengafaninya?”
Rasulullah menjawab: “Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga. “
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut. “
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a. s. memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku?”
Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?” Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
Layaknya
prajurit yang dikomando oleh seluruh atasannya, seluruh penghuni jagad
raya yang telah mengerti pastinya akan memiliki jawaban seragam jika
ditanya tentang satu hal berikut : Siapa manusia terbaik yang pernah
terlahir di muka bumi dan layak kita jadikan teladan dalam hidup kita?
Jawabannya adalah : Muhammad.
Ya, beliau yang telah ditinggal ayahanda tercinta saat masih dalam kandungan memang memiliki catatan istimewa yang tak akan tertandingi oleh manusia manapun. Jika kita membahas beliau sebagai seorang kepala negara, maka mari lihat bagaimana beliau telah membangun peradaban modern di kota Madinah yang secara geografi budaya memiliki banyak ras yang berbeda namun bersatu dalam satu konstitusi yang dikenal dengan piagam Madinah.
Dari segi militer? Coba lihat berapa banyak perang yang telah dimenangkannya, dan berapa banyak strategi beliau yang dipakai dalam peperangan diadopsi oleh puluhan komandan militer dunia saat ini. Masih meragukan kapasitasnya sebagaientrepreneur sejati? Coba tengok karir bisnis beliau, bermodal kejujuran dan kecerdasan beliau tampil sebagai bisnisman terbaik di zamannya. Tak ada catatan yang pasti memang mengenai harta yang berhasil beliau kumpulkan saat itu. Namun jika sejenak melirik mahar yang beliau berikan ketika menyunting Khadijah sebagai istrinya, cukuplah mata kita tercengang melihat betapa suksesnya bisnis Rasulullah saat itu.
Lalu bagaimana dengan peran Rasulullah sebagai guru? Adakah pelajaran yang bisa kita tiru mengingat Dakwah yang diajarkan Rasul saat itu tidak mengenal sistem raport dan ijazah. Mari sejenak kita kondisikan hati dan pikiran kita, dan mari membuka mata hati dan pikiran kita serta membayangkan apa yang akan dilakukan Rasulullah seandainya beliau menjadi guru dan mengajar di dalam kelas.
1. Menggunakan Alat Peraga saat Mengajar
Diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah, dari S.Ali bin Abi Tholib, beliau bertutur: “Rosululloh S.a.w mengambil (dan membawa) sutera di tangan kirinya, dan emas di tangan kanannya. Lalu kedua benda itu di angkat olehnya (agar para sahabat bisa melihatnya). Kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutera) haram bagi kaum laki-laki, tapi halal bagi kaum wanita.”
Di kesempatan lain, Nabi S.a.w mengambil sejumput bulu unta hasil rampasan perang, seraya menunjukkan bulu itu di tangannya, beliau bersabda : “Bagian (jatah) yang aku dapat dari harta rampasan ini, sama dengan yang kalian dapat. Awas! Jangan korupsi! Sebab sesungguhnya korupsi adalah kehinaan bagi pelakunya pada hari kiamat nanti.” (H.R.Ahmad).
2. Memberikan visualisasi dengan Gambar saat mengajar
Abdullah bin mas’ud r.a. berkata : “Rasulullah saw. pernah membuat garis dengan tangannya.” Kemudian beliau berkata, “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Beliau membuat garis di sebelah kanan dan kiri garis tersebut. Lalu berkata, “Jalan ini tidak ada jalan lain selain jalannya setan yang menyeru untuk mengikuti jalannya.”
Beliau kemudian membacakan ayat, “Dan bahwa (yang Kami perintah) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.“ (Q.S. Al An’aam : 153)
3. Memberikan selingan dan senda gurau dengan elegant saat mengajar
Dicontohkan oleh Nabi S.a.w ketika ada nenek tua bertanya pada beliau, apakah dia masuk surga? Dengan bercanda Rasul S.a.w menjawab kalau di surga tidak ada nenek tua sepertinya. Tentu saja nenek itu terkejut dan bersedih (karena mengira bahwa dirinya tidak masuk surga), namun segera dijelaskan oleh beliau, bahwa orang yang masuk surga nanti semua menjadi muda belia kembali, jadi nenek tua itu akan kembali lagi menjadi gadis. Nenek itupun akhirnya tersenyum berseri-seri.
4. Memegang tangan atau pundak untuk menarik perhatian murid
Ibnu Mas’ud bercerita : “Rosululloh S.a.w mengajariku lafadz tahiyyat (seraya telapak tanganku ada dalam genggamannya) sebagaimana beliau mengajariku surat-surat dari Al-Qur’an”. (H.R. Bukhari-Muslim)
Dari Abdulloh bin Umar : “Rasululloh S.a.w memegang pundakku sembari bersabda : “Hendaknya kamu merasa hidup di dunia ini layaknya orang asing, atau pengembara, dan anggaplah dirimu selalu sebagai penduduk kuburan.” (H.R. Bukhori-Tirmidzi).
Abu Dzar Al-Ghifari bertanya tentang jika ada orang menunda-nunda sholat, Rosul S.a.w langsung menepuk paha Abu Dzar dan berkata : “Sholatlah pada waktunya”,(H.R.Muslim).
Sebagian tulisan di atas adalah sedikit yang bisa disampaikan dari sekian banyak yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya. Hasilnya pun bisa kita ketahui bersama, ratusan bahkan ribuan sahabat berkualitas lahir dari tempaan langsung “sang guru peradaban” Muhammad SAW. Selamat berkarya.
Ya, beliau yang telah ditinggal ayahanda tercinta saat masih dalam kandungan memang memiliki catatan istimewa yang tak akan tertandingi oleh manusia manapun. Jika kita membahas beliau sebagai seorang kepala negara, maka mari lihat bagaimana beliau telah membangun peradaban modern di kota Madinah yang secara geografi budaya memiliki banyak ras yang berbeda namun bersatu dalam satu konstitusi yang dikenal dengan piagam Madinah.
Dari segi militer? Coba lihat berapa banyak perang yang telah dimenangkannya, dan berapa banyak strategi beliau yang dipakai dalam peperangan diadopsi oleh puluhan komandan militer dunia saat ini. Masih meragukan kapasitasnya sebagaientrepreneur sejati? Coba tengok karir bisnis beliau, bermodal kejujuran dan kecerdasan beliau tampil sebagai bisnisman terbaik di zamannya. Tak ada catatan yang pasti memang mengenai harta yang berhasil beliau kumpulkan saat itu. Namun jika sejenak melirik mahar yang beliau berikan ketika menyunting Khadijah sebagai istrinya, cukuplah mata kita tercengang melihat betapa suksesnya bisnis Rasulullah saat itu.
Lalu bagaimana dengan peran Rasulullah sebagai guru? Adakah pelajaran yang bisa kita tiru mengingat Dakwah yang diajarkan Rasul saat itu tidak mengenal sistem raport dan ijazah. Mari sejenak kita kondisikan hati dan pikiran kita, dan mari membuka mata hati dan pikiran kita serta membayangkan apa yang akan dilakukan Rasulullah seandainya beliau menjadi guru dan mengajar di dalam kelas.
1. Menggunakan Alat Peraga saat Mengajar
Diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah, dari S.Ali bin Abi Tholib, beliau bertutur: “Rosululloh S.a.w mengambil (dan membawa) sutera di tangan kirinya, dan emas di tangan kanannya. Lalu kedua benda itu di angkat olehnya (agar para sahabat bisa melihatnya). Kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutera) haram bagi kaum laki-laki, tapi halal bagi kaum wanita.”
Di kesempatan lain, Nabi S.a.w mengambil sejumput bulu unta hasil rampasan perang, seraya menunjukkan bulu itu di tangannya, beliau bersabda : “Bagian (jatah) yang aku dapat dari harta rampasan ini, sama dengan yang kalian dapat. Awas! Jangan korupsi! Sebab sesungguhnya korupsi adalah kehinaan bagi pelakunya pada hari kiamat nanti.” (H.R.Ahmad).
2. Memberikan visualisasi dengan Gambar saat mengajar
Abdullah bin mas’ud r.a. berkata : “Rasulullah saw. pernah membuat garis dengan tangannya.” Kemudian beliau berkata, “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Beliau membuat garis di sebelah kanan dan kiri garis tersebut. Lalu berkata, “Jalan ini tidak ada jalan lain selain jalannya setan yang menyeru untuk mengikuti jalannya.”
Beliau kemudian membacakan ayat, “Dan bahwa (yang Kami perintah) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.“ (Q.S. Al An’aam : 153)
3. Memberikan selingan dan senda gurau dengan elegant saat mengajar
Dicontohkan oleh Nabi S.a.w ketika ada nenek tua bertanya pada beliau, apakah dia masuk surga? Dengan bercanda Rasul S.a.w menjawab kalau di surga tidak ada nenek tua sepertinya. Tentu saja nenek itu terkejut dan bersedih (karena mengira bahwa dirinya tidak masuk surga), namun segera dijelaskan oleh beliau, bahwa orang yang masuk surga nanti semua menjadi muda belia kembali, jadi nenek tua itu akan kembali lagi menjadi gadis. Nenek itupun akhirnya tersenyum berseri-seri.
4. Memegang tangan atau pundak untuk menarik perhatian murid
Ibnu Mas’ud bercerita : “Rosululloh S.a.w mengajariku lafadz tahiyyat (seraya telapak tanganku ada dalam genggamannya) sebagaimana beliau mengajariku surat-surat dari Al-Qur’an”. (H.R. Bukhari-Muslim)
Dari Abdulloh bin Umar : “Rasululloh S.a.w memegang pundakku sembari bersabda : “Hendaknya kamu merasa hidup di dunia ini layaknya orang asing, atau pengembara, dan anggaplah dirimu selalu sebagai penduduk kuburan.” (H.R. Bukhori-Tirmidzi).
Abu Dzar Al-Ghifari bertanya tentang jika ada orang menunda-nunda sholat, Rosul S.a.w langsung menepuk paha Abu Dzar dan berkata : “Sholatlah pada waktunya”,(H.R.Muslim).
Sebagian tulisan di atas adalah sedikit yang bisa disampaikan dari sekian banyak yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya. Hasilnya pun bisa kita ketahui bersama, ratusan bahkan ribuan sahabat berkualitas lahir dari tempaan langsung “sang guru peradaban” Muhammad SAW. Selamat berkarya.
Rabu, 18 April 2012
biografi habaib
Al Maghfurlah Al Walid Al Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf, Bukit Duri
Nasab Beliau
Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin
Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Rodiyallahu ‘Anhum
Habib Abdurrahman lahir tahun 1908 di Cimanggu, Bogor. Beliau adalah putra Habib Ahmad bin AbdulQadir Assegaf. Ayahandanya sudah wafat ketika beliau masih kecil, tapi kondisi itu tidak menjadi halangan baginya untuk giat belajar.
Pernah mengenyam pendidikan di Jami’at Al-Khair, Jakarta, masa kecilnya sangat memperihatinkan, sebagaimana diceritakan anaknya,Habib Ali bin Abdurrahman “Walid itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah berkata, “Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apalagi sepatu”. Tidurnya pun di bangku sekolah. Tapi, kesulitan seperti itu tidak menyurutkannya untuk giat belajar.”
Ketika masih belajar di Jami’at Al-Khair, prestasinya sangat cemerlang. Beliau selalu menempati peringkat pertama. Nilainya bagus, akhlaqnya menjadi teladan teman-temannya. Untuk menuntut ilmu kepada seorang ulama, beliau tak segan-segan melakukannya dengan bersusah payah menempuh perjalanan puluhan kilometer. “Walid itu kalau berburu ilmu sangat keras. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilo meter untuk belajar ke Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas (Habib Empang Bogor).”
Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad ( Mufti Johor, Malaysia ), Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir AlHaddad, Habib Ali bin Husein Al-Aththas ( Bungur, Jakarta ), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi ( Kwitang, Jakarta ), K.H.Mahmud ( Ulama besar Betawi ) dan Prof.Abdullah bin Nuh ( Bogor ).
Semasa menunutut ilmu, Habib Abdurrahman sangat tekun dan rajin, itulah sebabnya beliau mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama. Kemampuan berbahasa yang baguspun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang handal. Beliau tidak hanya sangat menguasai bahasa Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus.
Habib Abdurrahman tidak sekadar disayang oleh para gurunya, tapi lebih dari itu, beliau pun murid kebanggaan. Beliaulah satu-satunya murid yang sangat menguasai tata bahasa Arab, ilmu alat yang memang seharusnya digunakan untuk memahami kitab-kitab klasik yang lazim disebut “kitab kuning”. Para gurunya menganjurkan murid-murid yang lain mengacu pada pemahaman Habib Abdurrahman yang sangat tepat berdasarkan pemahaman dari segi tata bahasa.
Setelah menginjak usia dewasa, Habib Abdurrahman dipercaya sebagai guru di madrasahnya. Disinilah bakat dan keinginannya untuk mengajar semakin menyala. Beliau menghabiskan waktunya untuk mengajar. Dan hebatnya, Habib Abdurrahman ternyata tidak hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama, tapi bahkan juga pernah mengajar atau lebih tepatnya melatih bidang-bidang yang lain, seperti melatih kelompok musik ( dari seruling sampai terompet ), drum band, bahkan juga baris-berbaris.
Belakangan, ketika berusia 20 tahun, beliau pindah ke Bukit Duri dan berbekal pengalaman yang cukup panjang, beliaupun mendirikan madrasah sendiri, Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, yang hingga sekarang masih eksis di Bukit Duri, Jakarta. Sebagai madrasah khusus, sampai kini Tsaqafah Islamiyah tidak pernah merujuk kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, mereka menerapkan kurikulum sendiri dan uniknya, Madrasah ini menggunakan buku-buku terbitan sendiri yang disusun oleh sang pendiri, Habib Abdurrahman Assegaf.. Disini, siswa yang cerdas dan cepat menguasai ilmu bisa loncat kelas.
Dunia pendidikan memang tak mungkin dipisahkan dari Habib Abdurrahman, yang hampir seluruh masa hidupnya beliau baktikan untuk pendidikan. Beliau memang seorang guru sejati. Selain pengalamannya banyak, dan kreativitasnya dalam pendidikan juga luar biasa, pergaulannya pun luas. terutama dengan para ulama dan kaum pendidik Jakarta.
Dalam keluarganya sendiri, Habib Abdurrahman dinilai oleh putra-putrinya sebagai sosok ayah yang konsisten dan disiplin dalam mendidik anak. Beliau selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru. Sebab ilmu yang dimilikinya tidak dapat diwariskan.
“Beliau konsisten dan tegas dalam mendidik anak. Beliau juga menekankan bahwa dirinya tidak mau meninggalkan harta sebagai warisan untuk anak-anaknya. Beliau hanya mendorong anak-anaknya agar mencintai ilmu dan mencintai dunia pendidikan. Beliau ingin kami konsisten mengajar, karenanya beliau melarang kami melibatkan diri dengan urusan politik maupun masalah keduniaan, seperti dagang, membuka biro haji dan sebagainya. Jadi, sekalipun tidak besar, ya….sedikit banyak putra-putrinya bisa mengajar,” kata Habib Umar merendah.
Habib Abdurrahman mempunyai putra dan putri 22 orang; diantaranya Habib Muhammad, pemimpin pesantren di kawasan Ceger; Habib Ali, memimpin Majelis Taklim Al-Affaf di wilayah Tebet; Habib Alwi, memimpin Majlis Taklim Zaadul Muslim di Bukit Duri; Habib Umar, memimpin pesantren dan Majlis Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukit Duri dan Habib Abu Bakar, memimpin pesantren Al-Busyro di Citayam. Jumlah jamaah mereka ribuan orang.
Sebagai Ulama sepuh yang sangat alim, beliau sangat disegani dan berpengaruh. Juga layak diteladani. Bukan hanya kegigihannya dalam mengajar, tapi juga produktivitasnya dalam mengarang kitab. Kitab-kitab buah karyanya tidak sebatas satu macam ilmu agama, melainkan juga mencakup berbagai macam ilmu. Mulai dari Tauhid, Tafsir, Akhlaq, Fiqih, hingga sastra. Bukan hanya dalam bahasa Arab, tapi juga dalam bahasa Melayu dan Sunda yang ditulis dengan huruf Arab- dikenal sebagai huruf Jawi atau pegon.
Kitab karyanya, antara lain, Hilyatul Janan fi Hadyil Qur’an, Syafinatus Said, Misbahuz Zaman, Bunyatul Umahat dan Buah Delima. Sayang, puluhan karya itu hanya dicetak dalam jumlah terbatas dan memang hanya digunakan untuk kepentingan para santri dan siswa Madrasah Tsaqafah Islamiyyah.
Habib Abdurrahman juga dikenal sebagai ulama yang sangat disiplin, sederhana dan ikhlas. Dalam hal apapun beliau selalu mementingkan kesederhanaan. Dan kedisiplinannya tidak hanya dalam hal mengajar, tapi juga dalam soal makan. “Walid tidak akan pernah makan sebelum waktunya. Dimanapun ia selalu makan tepat waktu.” Kata Habib Ali.
Mengenai keikhlasan dan kedermawanannya, beliau selalu siap menolong siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Pada tahun 1960-an, Habib Abdurrahman mengalami kebutaan selama lima tahun. Namun musibah itu tak menyurutkan semangatnya dalam menegakkkan syiar islam. Pada masa-masa itulah beliau menciptakan rangkaian syair indah memuji kebesaran Allah swt dalam sebuah Tawasul, yang kemudian disebut Tawasul Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf.
Sebagai Ulama besar, Habib Abdurrahman juga dikenal memiliki karomah. Misalnya, ketika beliau membuka Majlis Taklim Al-Buyro di Parung Banteng Bogor sekitar tahun 1990, sebelumnya sangat sulit mencari sumber air bersih di Parung Banteng Bogor. Ketika membuka majlis Taklim itulah, Habib Abdurrahman bermunajat kepada Allah swt selama 40 hari 40 malam, mohon petunjuk lokasi sumber air. Pada hari ke 41, sumber belum juga ditemukan. Maka Habib Abdurrahman pun meneruskan munajatnya.
Tak lama kemudian, entah darimana, datanglah seorang lelaki membawa cangkul. Dan serta merta ia mencangkul tanah dekat rumah Habib Abdurrahman. Setelah mencangkul, ia berlalu dan tanah bekas cangkulan itu ditinggal, dibiarkan begitu saja. Dan, subhanallah, sebentar kemudian dari tanah bekas cangkulan itu merembeslah air. Sampai kini sumber air bersih itu dimanfaatkan oleh warga Parung Banteng, terutama untuk keperluan Majelis Taklim Al-Busyro. Menurut penuturan Habib Abdurrahman, lelaki pencangkul itu adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Wafatnya Habib Abdurrahman Assegaf
Suatu hari, seorang santri Darul Musthafa, Tarim Hadramaut, asal Indonesia, mendapat pesan dari seoranh ulama besar disana, Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi Syahab. “Saya mimpi bertemu Rasulullah SAW, tapi wajahnya menyerupai Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf. Tolong beritahu anak-anak beliau di Indonesia. Katakan, mulai saat ini, jangan jauh-jauh dari walid ( orang tua ).”
Sang santri itu langsung menelepon keluarganya di Indonesia. Hingga akhirnya kabar dari ulama Hadramaut itu diterima keluarga Habib Abdurrahman di Bukit Duri Jakarta.
Seminggu kemudian, apa yang diperkirakan itu pun tiba. Tepatnya Senin Siang jam 12.45, 26 Maret 2007, bertepatan dengan 7 rabiul Awal 1428 H, langit Jakarta seakan mengelam. Kaum muslim ibu kota terguncang oleh berita wafatnya Al-Alamah Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman Assegaf, dalam usia kurang lebih 100 tahun.
Jenazah ulama besar yang ilmu, akhlaq dan keistiqamahannya sangat dikagumi itu, disemayamkan di ruang depan rumahnya yang bersahaja, tepat di sisi Sekretariat Yayasan Madrasah Tsaqofah Islamiyah, di jln. Perkutut no.273, Bukit Duri Puteran , Tebet, Jakarta Selatan. Kalimat tahlil dan pembacaan Surat Yaa siin bergema sepanjang hari sampai menjelang pemakamannya keesokan harinya. Sebuah tenda besar tak mampu menampung gelombanh jemaah yang terus berdatangan bak air bah. Pihak keluarga memutuskan pemakaman akan dilakukan ba’da zhuhur di pemakaman Kampung Lolongok, tepatnya di belakang Kramat Empang.
Acara pelepasan jenazah dibuka dengan sambutan dari pihak keluarga, yang diwakili Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf. Dengan nada sendu, pengasuh Majlis Taklim Al-Affaf itu mengucapkan terima kasih kepada para pecinta Habib Abdurrahman Assegaf yang telah datang bertakziah dan membantu proses pengurusan jenazah. Selanjutnya putra kedua Habib Abdurrahman tersebut mengungkapkan keutamaan-keutamaan almarhum.”Beliau rindu kepada Rasulullah SAW. Beliau ungkapkan rasa rindu itu lewat sholawat-sholawat yang tak pernah lepas dari bibirnya setiap hari.” Katanya.
Puluhan ribu pelayat yang berdiri berdesak-desakan pun mulai sesunggukan karena terharu. Apalagi ketika Habib Ali, yang berbicara, tampil dengan suara bergetar.
“hari ini, tidak seperti hari-hari yang lalu, kita berbicara tentang bagaimana memelihara anak yatim. Tapi, kali ini, kita semua menjadi anak-anak yatim.” Kata Habib Ali, yang mengibaratkan hadirin sebagai anak yatim. Betapa tidak, Habib Abdurrahman dianggap sebagai orang tua tidak hanya oleh keluarganya, tapi juga oleh jamaah. Semasa hidupnya, beliau senantiasa mengayomi, membimbing dan setia mendengar keluh kesah jamaah. Tapi kini, sang pelita itu telah pergi. Sebagian hadirin terguguk menangis, bahkan ada yang histeris.
“Kepergian Walid sudah diramal jauh-jauh hari. Suatu hari beliau pernah berkata kepada saya, “Umimu dulu yang bakal berpulang kepada Allah swt, setelah itu baru saya. Dan benarlah, ibunda Hj.Barkah ( istri Walid ) berpulang sekitar tujuh bulan yang lalu, tepatnya pada 26 Juli 2006. wali juga pernah berkata kepada keluarga, “Saya pulang pada hari senin, kasih tahu saudara-saudaramu.”
Jam 12.00, jenazah disholatkan di depan kediaman Walid, dengan Imam, Habib Abdul Qadir bin Muhammad Al-Haddad 9 Al-Hawi Condet ). Pada hari itu juga, besan Habib Abdurrahman, Syarifah Rugayah binti Muhammad bin Ali Al-Attas juga wafat.
Pukul 13.00, iring-iringan jenazah mulai bergerak menuju Empang Bogor, melalui jalan Tol Jagorawi. Ribuan kendaraan mengiringi ambulance yang membawa jenazah.
Disaat mobil jenazah yang didihului dua mobil pengawal dari kepolisian mendekati pintu makam pukul 16.15, konsentrasi massa yang terpusat disitu luar biasa banyaknya. Suasana pun menjadi agak gaduh. Maka setelah jenazah dikeluarkan dari mobil ambulance dan dibawa menuju liang lahat sekitar 30 meter dari pintu masuk, suasana penuh kesedihan sungguh sangat terasa. Banyak yang tak kuasa menahan tangis.
Segera setelah itu, jenazah dimasukkan ke liang lahat sambil terus diiringi dzikir yang tak henti dari para jemaah.
Mewakili Shohibul bait, Habib Hamid bin Abdullah al-Kaff, pengasuh pondok pesantren Al-Haramain Asy-Syarifain Pondok Ranggon Cipayung, memberikan tausiyah, “Sungguh kita bersama-sama telah kehilangan seorang ulama besar. Sungguh telah padam lampu yang sangat besar, yang menerangi kota Jakarta,” katanya.
“Beruntunglah murid-muridnya yang telah menimba ilmu pada almarhum. Ingatlah selalu pesan almarhum, saya sering mendengar pada acara haul, kalau saya sudah meninggal dunia, perbanyaklah mengirimkan fatihah untuk saya.’ Maka marila dalam pembacaan Fatihah-fatihah yang biasa kita baca, kita kirim untuk almarhum.”
Langganan:
Postingan (Atom)